Di tengah-tengah masyarakat, kata da'wah lebih sering diidentikkan dengan
ceramah. Padahal, ceramah hanyalah bagian kecil dari da'wah, sebab, kita semua
tahu bahwa semenjak usia 40 tahun sampai kembali kepada Allah, keseluruhan hidup
Rasulullah saw adalah untuk da'wah. Namun, jika seluruh ceramah-ceramah
Rasulullah saw kita kumpulkan, pastilah tidak akan sampai berjilid-jilid,
paling-paling satu jilid sedang saja. Oleh karena itu, kita perlu menengok
kembali apa makna da'wah itu?
Dalam bahasa kita, bisa diartikan:
-Mencenderungkan.
-Mencondongkan.
-Membuat tertarik.
-Membuat
terpancing, atau semacamnya.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam
berda'wah; diantaranya:
1.Secara bahasa, bila ada seekor ayam lewat
dihadapan kita, lalu kita berusaha memancing perhatiannya agar menoleh kepada
kita, lalu kita katakan: kuuur ... kuuur ..., maka, sekali lagi, secara bahasa,
kita bisa dikatakan menda'wahi ayam itu. Beda lagi kalau yang hendak kita
pancing perhatiannya itu adalah seekor kucing, maka untuk menda'wahinya kita
tidak mengatakan kuuur ... kuuur ..., akan tetapi kita katakan: pus ... pus ...
pus. Ini mengajarkan kepada kita bahwa, perbedaan "obyek" da'wah mengharuskan
adanya perbedaan cara dan metode da'wah yang kita pakai. Menda'wahi mahasiswa
berbeda dengan menda'wahi dosen. Berda'wah di kalangan birokrat berbeda dengan
da'wah di tengah-tengah masyarakat, dan seterusnya.
2.Sebagai seorang
da'i, kita harus aktif, selalu sebagai pihak yang berinisiatif, dan bahkan pro
aktif. Ingat kata-kata Ibnu Faris: engkau berusaha membuat mail ... Sikap pasif
dalam berda'wah tidaklah dibenarkan. Bahkan, dalam tinjauan dakwah, sikap
reaktif-pun (dalam arti, setelah ada aksi dari orang lain, kita sebagai da'i
baru mengambil sikap), tidaklah dibenarkan, meskipun harmoni da'wah terkadang
menuntut kita untuk melakukan sikap reaktif.
3.Yang menjadi incaran para
da'i adalah bagaimana "obyek" dakwah itu tertarik, terpancing perhatiannya,
cenderung dan condong kepada sang da'i. Ini berarti pula bahwa sang da'i harus:
i.Memiliki daya tarik yang membuat "obyek" da'wah cenderung kepadanya,
apa saja hal-hal yang menarik itu (tentunya dengan syarat tidak bertentangan
dengan syari'at Islam), mulai dari komitmen diri, shidq (benar), penampilan,
tutur tata, metodologi, gaya bicara, ilustrasi, cara pemaparan informasi dan
pengetahuan, dan ... (singkatnya) segala nilai plus yang mungkin kita memiliki,
sebab, "gara-gara" nilai plus (positif) yang dimilikinya, proton berhasil
membuat elektron selalu berada di dekatnya, bahkan ber-thawaf (atau istilah
da'wahnya: yaltaffuuna haulana) secara terus menerus, sebagaimana thawafnya
manusia di sekeliling Ka'bah. Atau dalam bahasa fisika yang lain bisa kita
katakan: dengan nilai plus itulah kita akan menjadi magnit yang menyebabkan
segala unsur yang sangat berdaya guna (seperti biji-biji besi) selalu menempel
kepadanya.
ii.Mengetahui pintu-pintu dan celah-celah hati, kejiwaan, dan
kecenderungan "obyek" da'wah, agar bisa dengan mudah dan efektif dalam memikat
dan menarik perhatian "obyek" da'wahnya itu. Tentunya hal ini menuntut adanya
pengetahuan sang da'i secara mendalam tentang keseluruhan pribadi "obyek" da'wah
itu.
Karena inilah barangkali (wallahu a'lam), salah seorang da'i abad
20 ini menulis buku dengan judul: ad-da'watu ilallah hubbun (da'wah kepada Allah
itu cinta), dan ath-thariiq ilal qulub (jalan masuk menuju hati), yaitu Syekh
Abbas-As-Sisi.
Berikut ini adalah dua contoh dari apa yang telah kami
sebutkan di muka:
1.Pada sekitar tahun 11 dari kenabian Muhammad saw,
dan setelah ada beberapa orang Yatsrib (sekarang Madinah) memeluk Islam,
Rasulullah saw mengutus Mush'ab bin 'Umair Radhiyallahu 'anhu sebagai muqri'
(guru dan da'i) ke Yatsrib, untuk mendidik para muslim baru dan menda'wahi
masyarakat yang belum memeluk Islam. Mush'ab bin 'Umair adalah salah seorang
sahabat nabi yang sangat lembut tutur katanya, atau istilahnya hulwal kalam
(omongannya manis). Pernah suatu kali ia kedatangan Usaid bin Khudhair (waktu
itu masih musyrik) yang bermaksud mengusirnya dari Yatsrib. Namun dengan
kelembutan tutur katanya, dan dengan kebaikan perangainya, ditambah dengan
keindahan bacaan Al Qur'annya, Mush'ab bin 'Umair berhasil "menundukkan" dan
melunakkan hati Usaid bin Khudhair, sehingga memeluk Islam. Begitu juga saat
bertemu dengan S'ad bin Mu'adz (waktu itu masih musyrik). Semoga Allah meridhai
mereka semua, amiin.
2.Pada suatu kali Hasan Al Banna diundang oleh
murid-muridnya untuk menjadi penceramah acara tabligh akbar di sebuah daerah
yang didominasi oleh tokoh-tokoh tarekat (tsawuf). Para tokoh terakat dan
murid-muridnya telah menyusun sebuah rencana untuk menggagalkan acara tabligh
akbar tersebut atau mengacaukannya. Mereka semua berkumpul untuk mematangkan
rencana tersebut. Tiba-tiba mereka mendengar suara pintu terketuk dengan suara
salamnya yang lembut. Mereka bertanya: "Siapa?". Si pengetuk menjawab: "Hasan".
Kata mereka: "Hasan siapa?". Si pengetuk menjawab: "Hasan Al Banna". Mereka
kaget dan terkejut, lalu mempersilahkan Hasan Al Banna masuk. Setelah berada di
tengah mereka, Hasan Al Banna berkata: "Kami datang ke sini untuk meminta izin
dari para syekh di sini. Hari ini saya diundang oleh anak-anak muda untuk
menyampaikan ceramah kepada mereka. Namun karena daerah ini adalah wilayah para
syekh, maka saya meminta izin kepada para syekh di sini, bila diijinkan, saya
akan berceramah di hadapan mereka, bila tidak, maka hal ini menjadi hak para
syekh di sini". Mendengar dan melihat sikap baik Hasan Al Banna seperti ini,
maka majlis syuyukh (para syekh) yang tadinya berkumpul untuk membuat konspirasi
itu, akhirnya bersepakat untuk mempersilahkan Hasan Al Banna menyampaikan
ceramahnya di hadapan para pemuda, bahkan para syekh memobilisasi para muridnya
untuk ikut serta mendengarkan ceramah Hasan Al Banna, semoga Allah merahmatinya,
amiiin.
Saudara-saudaraku yang dimulyakan Allah swt …
Marilah sekali
lagi kita tarbiyah diri kita agar memiliki nilai plus, sehingga kita menjadi
manusia-manusia magnit yang mampu menghimpun segal apotensi ummat Islam bersatu
dalam membela kebenaran, amiiin.
Home »
DAKWAH
,
HAKIKAT
,
MORAL
,
PEMIMPIN
,
PENDIDIKAN
,
SEJARAH ISLAM
,
SYARIAH
» HAKIKAT DAN MAKNA DAKWAH
HAKIKAT DAN MAKNA DAKWAH
Written By Unknown on Sabtu, 13 Oktober 2012 | 16.55
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Label:
DAKWAH,
HAKIKAT,
MORAL,
PEMIMPIN,
PENDIDIKAN,
SEJARAH ISLAM,
SYARIAH
0 komentar:
Posting Komentar